Lucy berjalan kebingungan atas kejadian kemarin. Sekarang,
dia akan menyusuri daerah yang biasa digunakannya untuk ke tempat kerjanya.
Kali ini dia berselisih dengan seorang gadis yang berpakaian serba tertutup
walau cuaca hari ini sangatlah panas. Mungkin sanggup membentuk sebuah danau
jika keringat setiap orang dikumpulkan akibat cuaca ini.
Pisau yang didapatnya kemarin, dibawanya juga ke restoran.
Alat pemotong itu berada dalam tas sandang yang selalu berada dalam
genggamannya setiap ia berpergian keluar. Lucy menemukan sesuatu yang harus
ditunjukkannya kepada bos tentang pisau itu.
“Archie,”
panggilnya kepada karyawan terbaik di restoran itu. Kalau dia terlihat senang
melihat Archie, maka Archie sebaliknya. Dia serasa ingin melarikan diri sejauh
mungkin dari Lucy. Sepertinya karena trauma akibat kejadian tadi malam.
“Kau
kenapa Archie ?” tanya Lucy penuh perhatian. Dia mengetahui perubahan tidak
wajar dalam ekspresi Archie ketika melihatnya. Lelaki itu menggeleng pelan
sebelum berlari kencang ke dapur.
“Gawat,
bos,” bisik Archie di hadapan bosnya itu. “Lucy benar-benar kembali kesini.”
Gustav Loyre tersenyum kecil. Bukannya menemui Lucy, dia malah memasuki
ruangannya.
“Kenapa
kau melarikan diri dariku Archie ?” tanya Lucy yang entah sejak kapan berada di
samping Archie. Refleks, dia mundur beberapa langkah. “Kau kenapa sih ?” tanya
Lucy lagi. Pertanyaan itu semakin menambah langkah mundur Archie.
“Sudahlah.”
Lucy pasrah meminta jawaban dari Archie. “Bos dimana ?” Yang ditanya menunjuk
ruangan yang bertuliskan ‘Owner, Gustav Loyre’ di depan pintunya. Karena
menjunjung tinggi sopan santun, Lucy mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum
memasuki ruangan itu.
“Hai,
Lucy,” sapa Gustav Loyre. “Bagaimana kabarmu ? Apakah kau lebih baikan ?”
“Lebih
baikan ? Aku selalu baik, bos,” bantah Lucy yang telah duduk berhadapan dengan
bosnya.
“Begitukah
? Lalu bagaimana dengan kamu yang melempar pisau ke arah Archie kemarin ?”
“Aku ?
Melempar pisau ? Jangan bercanda, bos.”
“Kalau
aku bercanda, bagaimana kau menjelaskan pisau yang tiba-tiba tertancap di
dinding dekat pintu ?”
“Aku...tidak...Aku...tidak
ingat melakukan hal tersebut.”
“Baiklah.
Bila kau tidak mau mengaku, berikan pisau itu padaku agar aku berikan pada
polisi.”
“Aku
memang akan memberikan pisau ini padamu, bos.” Lucy mengeluarkan pisau dari tas
sandangnya. Gustav mengambilnya lalu memperhatikan detil demi detil yang ada.
“Asal
kau tau, ganggangnya terbuat dari emas putih,” ucap Lucy. Gustav kembali
meneliti bagian ganggangnya lebih cermat.
“Aku
kira ini terbuat dari aluminium tapi sepertinya kau benar, Lucy.” Gustav
mengelus-ngelus ganggang pisau itu. “Ngomong-ngomong, darimana kau mendapat
pisau ini ?”
“Aku
tidak ingat, bos,” jawab Lucy lirih. “Aku dicegat seorang kakek-kakek lalu
tiba-tiba bos dan Archie sudah berada di pintu belakang.”
Pisau
yang diletakkan Gustav sembilan detik lalu, disambar Lucy karena rasa penasaran
yang tak terelakkan lagi. Tiba-tiba saja, kesadarannya hilang kembali.
Setelah
sadar, dia melihat pemandangan mengerikan. Gustav tergeletak tak berdaya di
lantai. Darah merembes dari lengan, dan dadanya. Tubuh Lucy juga penuh darah.
Dia menjerit histeris. Tetapi, itu tidak sampai berlangsung sedetik. Karena
pisau itu menggerakkan tangannya dan menusuk dadanya.
**
Aku menatap garis kuning yang melingkari restoran Italia di
depanku itu. Petugas polisi masih berkeliaran di sekitarnya. Penduduk lokal
juga masih berkerumun, ingin melihat tempat pembunuhan oleh pisau itu.
Original Created By : AFRP
0 komentar:
Posting Komentar